KENDARI, rubriksatu.com – Rahmat Buhari tak pernah menyangka bahwa tanah yang telah ia miliki sejak lama tiba-tiba digarap oleh perusahaan tambang tanpa izin. Kejadian ini terjadi di Desa Landipo, Kecamatan Moramo, Kabupaten Konawe Selatan (Konsel), Sulawesi Tenggara, tempat di mana ia menyaksikan langsung alat berat bekerja di lahannya tanpa persetujuannya.
Kasus penyerobotan lahan di Konsel bukanlah hal baru, tetapi kali ini Rahmat mengalaminya secara langsung. Tiga perusahaan tambang pasir silika—PT Matra Mining Indonesia (MMI), PT Bintang Energi Mineral (BEM), dan PT CPS—diduga secara terang-terangan menggarap tanah miliknya.
Ia sendiri menyaksikan dua alat berat merek Kobelco warna hijau yang dioperasikan oleh dua orang bernama Juna dan Laboka, sedang menggali material dari lahannya pada 19 Januari 2025 sekitar pukul 14.28 WITA.
Tak tinggal diam, Rahmat segera menemui salah satu karyawan perusahaan bernama Riki Sanjaya untuk meminta penjelasan. “Setelah saya berdialog, saya meminta kepada para pekerja yang ada di dalam lokasi itu untuk mengeluarkan alat berat mereka dan menghentikan aktivitasnya,” ungkapnya, Jumat (14/2/2025).
Namun, apa yang terjadi selanjutnya justru semakin memprihatinkan. Rahmat mengungkapkan bahwa penggalian dan pemindahan material pasir silika kuarsa di lahannya sudah berlangsung sejak akhir tahun 2024. Hingga kini, material yang jumlah tonasenya tidak diketahui telah ditampung di stock file pencucian milik perusahaan.
Ia sebenarnya telah beberapa kali memperingatkan pihak perusahaan agar menghentikan aktivitas mereka di lahannya. Bahkan, dalam pertemuan dengan beberapa perwakilan perusahaan, yakni Sumarsono Rivai, Alex, Mufti, dan Anto, di sebuah rumah makan di Kendari, Rahmat kembali menegaskan bahwa tanah tersebut adalah miliknya dan tidak boleh digarap tanpa izin.
Namun, peringatan itu seolah diabaikan. Pada Jumat, 14 Februari 2025, Rahmat kembali menemukan bahwa lahannya kembali digarap secara ilegal. Kali ini, sejumlah alat berat excavator merek Sumitomo berwarna kuning terlihat melakukan penggalian material silika.
Kasus ini menjadi contoh nyata bagaimana konflik agraria masih menjadi persoalan serius di Sulawesi Tenggara, khususnya di sektor pertambangan. Rahmat Buhari, dengan tekadnya yang kuat, berusaha memperjuangkan hak atas tanahnya yang telah diserobot. Kini, ia berharap pihak berwenang segera turun tangan agar kasus ini dapat diselesaikan dengan adil dan transparan.
Perjuangan Rahmat tidak hanya tentang mempertahankan kepemilikan tanah, tetapi juga menjadi simbol bagi banyak warga lain yang menghadapi permasalahan serupa. Baginya, tanah bukan sekadar aset, melainkan warisan yang harus dijaga dan dihormati oleh siapapun.
Laporan Redaksi
KONAWE, rubriksatu.com – Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Konawe terus berupaya mengoptimalkan Pendapatan Asli…
BOMBANA, rubriksatu.com – Di balik gemerlap industri nikel yang menjanjikan keuntungan besar, kisah sengketa kepemilikan…
KOLTIM, rubriksatu.com – Ketua Dewan Kerajinan Nasional Daerah (Dekranasda) Provinsi Sulawesi Tenggara, Arinta Nila Hapsari,…
KONAWE, rubriksatu.com – Kunjungan kerja Ketua dan Anggota DPRD Kabupaten Konawe ke PT Obsidian Stainless…
KONAWE, rubriksatu.com – Kepolisian Resor (Polres) Konawe bersama Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Konawe bergerak…
KONAWE, Rubriksatu.com-Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) sebagai lembaga yang bertanggung jawab atas keamanan dalam negeri…