Remehkan Putusan MA, PT GKP Masih Menambang di Pulau Wawonii

Advertisements

KONKEP, rubriksatu.com Gunung-gunung hijau di Pulau Wawonii kini tak lagi seutuh dulu. Guratan ekskavator membelah bukit, menyisakan hamparan tanah merah yang semakin luas. PT Gema Kreasi Perdana (GKP), meski telah kehilangan izin legalnya, diduga masih terus menambang nikel di kawasan hutan Pulau Wawonii, Kabupaten Konawe Kepulauan (Konkep), Sulawesi Tenggara.

Sejumlah putusan hukum—baik dari Mahkamah Agung (MA) maupun Mahkamah Konstitusi (MK)—telah menyatakan bahwa aktivitas pertambangan di pulau kecil ini harus dihentikan. Namun, realitas di lapangan berkata lain. Sorotan kini mengarah pada PT GKP, yang tetap beroperasi tanpa izin, bahkan diduga melakukan praktik ilegal yang merugikan negara.

Keresahan warga akhirnya memuncak. Sarmanto, seorang warga Pulau Wawonii, resmi melaporkan PT GKP ke Polda Sultra pada Rabu (5/2/2025). Ia menuding perusahaan tambang tersebut masih menjalankan aktivitas ilegal di Desa Sukarela Jaya dan Dompo-Dompo, Kecamatan Roko-Roko Raya, tepatnya pada Jumat (21/1/2025).

Dalam laporannya, Sarmanto didampingi oleh kuasa hukumnya, Ady Anugrah Pratama, yang turut membawa sejumlah dokumen hukum sebagai bukti, termasuk putusan Mahkamah Agung yang membatalkan Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) PT GKP.

“Klien saya, Sarmanto, menegaskan bahwa PT GKP tetap menambang meskipun sudah tidak memiliki izin legal maupun sosial,” kata Ady.

Selain itu, bukti-bukti lain seperti dokumentasi aktivitas tambang di lokasi dan hasil citra satelit yang menunjukkan bukaan lahan juga diserahkan sebagai bahan laporan.

Sejatinya, warga Pulau Wawonii telah memperoleh kemenangan hukum yang mutlak. Pada 7 Oktober 2024, Majelis Hakim Mahkamah Agung mengabulkan gugatan warga dengan mencabut dan membatalkan IPPKH PT GKP seluas 707,10 hektare.

Tak hanya itu, warga juga memenangkan dua gugatan uji materi terhadap Peraturan Daerah (Perda) RTRW Kabupaten Konawe Kepulauan yang sebelumnya mengakomodasi pertambangan.

Perkara Nomor 57 P/HUM/2022, dikabulkan MA pada 22 Desember 2022, Perkara Nomor 14 P/HUM/2023, diputus kabul pada 11 Juli 2023

Putusan tersebut jelas membatalkan seluruh ruang tambang di Pulau Wawonii, menegaskan bahwa aktivitas pertambangan di pulau kecil ini tidak memiliki dasar hukum.

Tak hanya MA, Mahkamah Konstitusi (MK) juga menolak uji materi yang diajukan PT GKP terkait Undang-Undang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (UU PWP3K) pada 21 Maret 2024. MK menegaskan bahwa pulau kecil bukan untuk pertambangan mineral.

Pulau Wawonii, dengan luas 715 km², masuk dalam kategori pulau kecil sesuai UU Nomor 27 Tahun 2007 juncto UU Nomor 1 Tahun 2014. Artinya, aktivitas tambang di sana tidak sah secara hukum.

“Dengan adanya tiga putusan MA dan satu putusan MK yang saling menguatkan, PT GKP serta perusahaan Harita lainnya seperti Bumi Konawe Mining (BKM) telah kehilangan dasar legal untuk beroperasi di Pulau Wawonii,” jelas Ady.

Meski telah kehilangan legalitasnya, PT GKP diduga tetap menjalankan aktivitas tambang secara ilegal, yang berpotensi melanggar beberapa undang-undang, di antaranya:

UU Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusak Hutan, UU Nomor 3 Tahun 2020 tentang Minerba. Selanjutnya UU Tindak Pidana Korupsi, karena telah mengambil sumber daya nikel di kawasan hutan Pulau Wawonii tanpa izin, menyebabkan kerusakan lingkungan, dan berpotensi merugikan negara.

Data dari citra satelit menunjukkan bahwa bukaan lahan akibat aktivitas tambang mencapai 501,7 hektare sepanjang 2024 hingga Februari 2025, khususnya di Dompo-Dompo Jaya, yang masih diklaim sebagai konsesi PT GKP.

“Ini membuktikan bahwa PT GKP tidak hanya membangkang hukum, tetapi juga melakukan praktik pertambangan ilegal,” tegas Ady.

Meski PT GKP mencoba mengajukan Peninjauan Kembali (PK) atas putusan MA, Ady menegaskan bahwa langkah tersebut tidak bisa menangguhkan eksekusi pencabutan IPPKH.

Menurut Pasal 66 UU Mahkamah Agung Nomor 14 Tahun 1985, PK tidak dapat menghentikan atau menunda pelaksanaan putusan pengadilan.

“Seharusnya pemerintah dan PT GKP menghormati putusan hukum yang telah berkekuatan tetap. Demi keadilan, PT GKP harus segera menghentikan operasinya di Pulau Wawonii,” pungkas Ady.

Kasus ini kini menjadi ujian bagi pemerintah dan aparat penegak hukum. Masyarakat Pulau Wawonii telah berkali-kali berjuang melalui jalur hukum dan memenangkan gugatan, tetapi kenyataan di lapangan masih memperlihatkan keberlanjutan operasi tambang.

Apakah pemerintah akan bertindak tegas, atau justru membiarkan perusahaan tetap beroperasi tanpa izin?

Sementara itu, hingga berita ini diturunkan, pihak PT GKP dan Harita Group belum memberikan tanggapan resmi terkait laporan warga dan dugaan aktivitas ilegal mereka.

Laporan Redaksi

redaksi

Recent Posts

Polres Konawe bersama Disperindag Sidak Peredaran “Minyak Kita” yang Tidak Sesuai Takaran

KONAWE, rubriksatu.com – Kepolisian Resor (Polres) Konawe bersama Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Konawe bergerak…

3 jam ago

Puslitbang Polri Lakukan Evaluasi Kualitas Gudang Senjata dan Amunisi di Polda Sultra

KONAWE, Rubriksatu.com-Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) sebagai lembaga yang bertanggung jawab atas keamanan dalam negeri…

21 jam ago

DPRD Konawe Ambil Langkah Tegas Atasi Peredaran BBM Oplosan

KONAWE, Rubriksatu.com – Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Konawe, Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra), mengambil…

2 hari ago

Bupati Koltim Launching Pemeriksaan Kesehatan Gizi Gratis : Upaya Meningkatkan Kualitas Hidup Masyarakat

KOLTIM, rubriksatu.com – Bupati Kolaka Timur, Abd Azis, SH., MH., secara resmi melaunching Program Pemeriksaan…

3 hari ago

Bupati Koltim: Kembangkan Semua Potensi untuk Dukung MBG, Termasuk Budidaya Ikan

KOLTIM, rubriksatu.com – Bupati Kolaka Timur, Abd Azis, SH., MH., mengajak seluruh elemen masyarakat untuk…

3 hari ago

Bupati Koltim Ajak Warga “Menanam Kebaikan” di Bulan Ramadan, Anak-Anak Berebut Tanda Tangan

KOLTIM, rubriksatu.com – Dalam suasana penuh berkah, Bupati Kolaka Timur (Koltim), Abd Azis, SH., MH.,…

4 hari ago